Jumat, 31 Juli 2015

PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN TERPADU DI TAMAN KANAK-KANAK

1. 1. PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN TERPADU DI TAMAN KANAK-KANAK Menurut Masitoh (2004) beberapa prinsip pembelajaran terpadu adalah sebagai berikut: 1. Proses pembelajaran bagi anak usia dini adalah proses interaksi anatara anak, sumber belajar dan pendidik dalam suatu lingkungan belajar tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2. Sesuai dengan karakteristik anak usia dini yang bersifat aktif melakukan berbagai eksplorasi dalam kegiatan bermain maka proses pembelajaran ditekankan pada aktivitas anak dalam bentuk-bentuk belajar sambil bermain. 3. Belajar sambil bermain ditekankan pada integrasi pengembangan potensi dibidang fisik/motorik intelegensi,sosial emosional, dan bahasa serta aktual dimilki anak. 4. Penyelenggaraan pembelajaran bagi anak usia dini perlu memberikan rasa aman pada anak. 5. Sesuai dengan sifat perkembangan anak usia idni, proses pembelajaran dilakukan secara terpadu. 6. Proses pembelajaran anak usia dini akan terjadi apabila anak berbuat secara aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur pendidik. 7. Program belajar bagi anak usia dini dirancang dan dilaksanakan sebagai suatu sistem yang dapat menciptakan kondisi yang menggugah dan memberi kemudahan bagi anak untuk belajar sambil bermain melalui aktivitas yang bersifat kongkrit serta sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Beberapa prinsip yang harus di perhatikan dalam pelaksanaan kegiatan/ pembelajaran di TK diantaranya: 1.Berorientasi pada Kebutuhan Anak Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak pada usia dini sedang membutuhkan proses belajar untuk mengoptimalkan semua aspek perkembangannya. Dengan demikian berbagai jenis kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan berdasarkan pada perkembangan dan kebutuhan masing-masing anak. 2. Berorientasi pada Perkembangan Anak Dalam melakukan kegiatan, pendidik perlu memberikan kegiatan yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Anak merupakan individu yang unik, maka perlu memperhatikan perbedaan secara individual. Dengan demikian dalam kegiatan yang disiapkan perlu memperhatikan cara belajar anak yang dimulai dari cara sederhana ke rumit, konkrit ke abstrak, gerakan ke verbal, dan dari ke-aku-an ke rasa sosial. 3. Stimulasi Terpadu Perkembangan anak bersifat sistematis, progresif dan berkesinambungan. Hal ini berarti kemajuan perkembangan satu aspek akan mempengaruhi aspek perkembangan lainnya. Karakteristik anak memandang segala sesuatu sebagai suatu keseluruhan, bukan bagian demi bagian. Stimulasi harus diberikan secara terpadu sehingga seluruh aspek perkembangan dapat berkembang secara berkelanjutan, dengan memperhatikan kematangan dan konteks sosial, dan budaya setempat. Contohnya jika anak melakukan kegiatan makan, maka dalam kegiatan tersebut anak mengembangkan aspek: *Moral/agama : mengerti tata cara makan yang baik dan benar *Sosial, emosional dan kedisiplinan : menolong diri sendiri * Bahasa : mengenal kosakata tentang nama makanan dan peralatan makan *Kognitif : mengerti manfaat makan * Motorik : mulai belajar memegang sendok 4. Bermain Sambil Belajar atau Belajar Seraya Bermain Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan pembelajaran di TK. Kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh pendidik hendaknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan dengan menggunakan strategi, metode, materi/bahan, dan media yang menarik serta mudah diikuti oleh anak. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi anak. Ketika bermain anak membangun pengertian yang berkaitan dengan pengalamannya 5. Menggunakan Pendekatan Tematik Kegiatan pembelajaran dirancang dengan menggunakan pendekatan tematik. Tema sebagai wadah mengenalkan berbagai konsep untuk mengenal dirinya dan lingkungan sekitarnya. Tema dipilih dan dikembangkan dari hal-hal yang paling dekat dengan anak, sederhana, serta menarik minat. 6. Lingkungan Kondusif Lingkungan pembelajaran harus diciptakan sedemikian menarik dan menyenangkan serta demokratis sehingga anak selalu betah dalam lingkungan sekolah baik di dalam maupun di luar ruangan. Lingkungan fisik hendaknya memperhatikan keamanan dan kenyamanan anak dalam bermain. Penataan ruang belajar harus disesuaikan dengan ruang gerak anak dalam bermain sehingga anak dapat berinteraksi dengan mudah baik dengan pendidik maupun dengan temannya. Lingkungan belajar hendaknya tidak memisahkan anak dari nilai-nilai budayanya, yaitu tidak membedakan nilai-nilai yang dipelajari di rumah dan di sekolah ataupun di lingkungan sekitar.Pendidik harus peka terhadap karakteristik budaya masing-masing anak. 7. Menggunakan berbagai sumber media dan sumber belajar Setiap kegiatan untuk menstimulasi perkembangan potensi anak, perlu memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar, antara lain lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik. Penggunaan berbagai media dan sumber belajar dimaksudkan agar anak dapat bereksplorasi dengan benda-benda di lingkungan sekitarnya. 8. Pemanfaatan Teknologi Informasi Pelaksanaan stimulasi pada anak usia dini jika dimungkinkan dapat memanfaatkan teknologi untuk kelancaran kegiatan, misalnya tape, radio, televisi, komputer. Pemanfaatan teknologi informasi dalam 9. Pembelajaran bersifat demokratis Proses pembelajaran di TK memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir, bertindak, berpendapat, serta berekspresi secara bebas dan bertanggung jawab 10. Mengembangkan Kecakapan Hidup Proses pembelajaran harus diarahkan untuk mengembangkan kecakapan hidup melalui penyiapan lingkungan belajar yang menunjang berkembangnya kemampuan menolong diri sendiri, disiplin dan sosialisasi serta memperoleh keterampilan dasar yang berguna untuk kelangsungan hidupnya. 11. Aktif, Kreatif, Inovatif, Efektif, dan Menyenangkan Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan dapat dilakukan oleh anak yang disiapkan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, menyenangkan untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan secara demokratis, mengingat anak merupakan subjek dalam proses pembelajaran. Selain itu prinsip yang selalu ada di pembelajaran TK ialah : 1. Kedekatan 2. Kemenarikan : Perlunya menumbuhkan minat dan antusiasme siswa dengan mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiktif atau kompleks. Diharapkan siswa memiliki kepekaan indra untuk merespon (jika siswa merespon dengan baik maka guru telah berhasil menarik daya pikir imajinasi anak ). Contoh : suasana kelas diubah menjadi hutan belantara yang gelap, lampu dimatikan beberapa dekorasi kelas disulap menjadi pohon-pohon. Siswa diharuskan membawa senter, tas ransel dan makanan. Alangkah bagusnya lagi jika diiringi dengan suara2 seperti air yang mengalir, suara harimau, suara monyet dll 3. Kesederhanaan : Sarana prasarana yang digunakan untuk proses pembelajaran tidak perlu memakan biaya yang sangat banyak, contoh : Untuk membuat latar hutan di kelas, guru bisa membuat beberapa pohon dari karton, beberapa lembar kain yang dijuntaikan (sebagai akar), atau bahkan langsung memindahkan pot-pot tanaman kedalam kelas sebagai deskripsi dari hutan. Untuk suasana gelap guru bisa mematikan lampu kelas dan menutup jendela. Selain itu dramatisasi suara binatang dan air bisa di dapat dari kaset. 4. Keinsidentilan : Pengajar mampu mengambil hikmah atas setiap kejadian yang tiba-tiba terjadi dalam proses pembelajaran sehingga bisa menjadi pelajaran yang berharga bagi siswa. Contoh : Ketika kamping di hutan ada anak yang menangis karena gelap, kejadian insidentil ini harus cepat tanggap di respons oleh guru dengan memberikan pengertian tentang gelap, memasukkan nilai2 agama, moral sehingga kepercayaan diri sang anak tumbuh dan dia berheni menangis 5. Kemandirian : Siswa diminta untuk menunjukkan penguasaan materi terhadap pengalaman yang telah dialaminya, contoh : Setelah acara kamping di kelas selesai diadakan, siswa diminta untuk menggambar hutan berdasarkan imaginasi dan informasi yang didapatinya ketika berpetualang bersama guru dan teman-temannya tadi. Jadi pembelajaran terpadu sangat sesuai untuk digunakan di TK karena dapat mengakomodasikan karakteristik pembelajaran di TK. 2. CIRI-CIRI ANAK USIA DINI Menurut Hirabana (2002) ada beberapa karakteristik perkembangan anak usia 4-6 tahun ialah sebagai berikut: 1. Perkembangan fisik anak, ditandai dengan keaktifan anak melakukan berbagai hal. 2. Perkembangan bahasa, ditandai dengan kemampuan anak memahami pembicaraan orang lain. 3. Perkembangan kognitif(daya pikir anak) ditunjukkan dengan rasa ingin tahu anak yang tinggi terhadap lingkungannya. 4. Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial meskipun bermain bersama dengan anak-anak lainnya. Menurut nugraha (2003) ciri perkembangan anak usia TK ialah sebagai berikut: 1. Dari segi fisik , anak TK dapa berdiri atau berjalan dengan keseimbangan satu kaki, mampu , mampu meloncat dengan baik,, dapat mendorong, berbelok atau memutarkan badannya, dapat memegang pensil dengan tepat. 2. Dari segi sosial, anak usia TK sudah dapat, senang berbagi dan bertukar pendapat dengan nak atau orang lain, menunjukkan kemampuan memahami perasaan orang lain. 3. Dari segi berpikir dan berkomunikasi, anak TK sudah dapat bercerita mengenai hal yang terjadi pada situasi nyata, dapat memberi informasi walaupun masih sulit mencari kata-kata yang untuk mengungkapkannya. Maria Montessori (Elizabeth B. Hurlock, 1978:13) berpendapat bahwa usia 3-6 tahun merupakan periode sensitif atau masa peka pada anak, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya. Misalnya masa peka untuk berbicara pada periode ini tidak terlewati maka anak akan mengalami kesukaran dalam kemampuan berbahasa untuk periode selanjutnya. Erik H. Erikson (Helms & Turner, 1994:64) memandang periode usia 4-6 tahun sebagai fase sense of initiative. Pada periode ini anak harus didorong untuk mengembangkan prakarsa, seperti kesenangan untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Jika anak tidak mendapat hambatan dari lingkungannya, maka anak akan mampu mengembangkan prakarsa, dan daya kreatifnya, dan hal-hal yang produktif dalam bidang yang disenanginya. Guru yang selalu menolong, memberi nasehat, dan membantu mengerjakan sesuatu padahal anak dapat melakukannya sendiri, menurut Erikson dapat membuat anak tidak mendapatkan kesempatan untuk berbuat kesalahan atau belajar dari kesalahan. Froebel (Roopnaire, J.L & Johnson, J.E., 1993:56) berpendapat bahwa masa anak merupakan suatu fase yang sangat penting dan berharga, dan merupakan masa pembentukan dalam periode kehidupan manusia (a noble and malleable phase of human life). Oleh karenanya masa anak sering dipandang sebagai masa emas (golden age) bagi penyelenggaraan pendidikan. Masa anak merupakan fase yang sangat fundamental bagi perkembangan individu karena pada fase inilah terjadinya peluang yang sangat besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang. Menurut Froebel, jika orang dewasa mampu menyediakan suatu “taman” yang dirancang sesuai dengan potensi dan bawaan anak, maka anak akan berkembang secara wajar. Ciri-ciri perkembangan anak adalah sebagai berikut. 1. 1. Masa Bayi (0-2 tahun) Pada saat bayi lahir, kemampuan otak telah terbentuk selama dalam kandungan sekitar 50% dan kemampuan itu terus bertambah sampai dengan umur lima tahun. Pertumbuhan jasmani otak sangat bergantung kepada kodisi kesehatan. Pada usia 1-3 bulan, aktivitas bayi dalam sehari semalam 75%, sedangkan 25% sisanya terdiri atas gerak spontan, makan, minum,reaksi negatif seperti menangis, dan keadaan samar-samar. Pada usia 4-6 bulan 50% aktivitas bayi dalam sehari semalam adalah tidur, sedangkan 50% lainnya diisi dengan aktivitas gerak spontan, makan-minum, reaksi negatif, bangun yang tenang, antara bangun dan tidur, dan bereksperimen. Pada usia 7-10 bulan 50% aktivitas bayi dalam sehari semalam tidur, 50% lainnya digunakan untuk aktivitas makan, minum, bangun yang tenang, reaksi negatif, antara bangun dan tidur, gerakan impulsif dan reaksi-reaksi lainnya. Beberapa perubahan aktivitas bayi pada bulan ke 10, anak sudah jarang menangis, menampilkan ekspresi muka yang lucu, dari merangkak mencoba belajar berdiri, berupaya menjangkau dan memegang benda sekitarnya dan memasukannya ke mulut, mulai belajar mengucapkan kata-kata untuk menyatakan pikiran dan perasaannya. 1. 2. Anak kecil (2-3 tahun) Ciri perkembangan penting pada masa anak kecil, ialah anak oleh karena telah mencapai kematangan dalam perkembangan motorik, seperti berjalan, belari,menggulingkan badannya, menangkap, melempar, memukul, menendang; dan juga mencapai kematangan dalam berbicara, maka anak mulai memasuki fase “membebaskan diri” dari dekapan ibu dan lingkungan perlakuan sebagai bayi. Masa anak kecil adalah momentum awal bagi upaya melakukan pembimbingan secara intensif, sistematis, dan profesional bagi anak sebab pada masa inilah anak mulai mengembangkan kemampuan dalam simbol-simbol mental, berimaginasi, berbicara untuk berkomunikasi, menggambar, dan bermain. 1. 3. Anak Pra Sekolah & Taman Kanak-kanak (4-5 tahun) Ciri perkembangan penting pada usia 4-5 tahun dari segi kemampuan motorik ialah anak telah mencapai kematangan dalam berbagai fungsi motorik: kaki, tangan, kepala, dan badan. Perkembangan kemampuan motorik ini diikuti dengan perkembangan intelektual dan sosio-emosional anak. Oleh karena itu pendidikan di TK sebenarnya berorientasi kepada pemantapan kemampuan motorik, pengembangan kemampuan intelektual, emosional dan kreativitas, serta peletakan dasar nilai-nilai moral dan disiplin pada anak melalui aktivitas bermain, sebagai persiapan memasuki pendidikan formal di Sekolah Dasar. Dengan demikian, bagi para guru dan pembimbing anak TK perlu memahami mengenai orientasi dan strategi utama dalam pembelajaran. Imajinasi intelektual dan keinginan anak untuk mencari tahu dan bereksplorasi terhadap lingkungan adalah ciri utama aktivitas anak pada usia 4-5 tahun. 1. 4. Anak usia awal sekolah (6-8 tahun) Perkembangan fisik dan kemampuan motorik pada anak di kelas-kelas awal memerlukan perhatian khusus. Sebab pada usia prasekolah, hampir seluruh aktivitas anak di dalam rumah, di lingkungan sekitar maupun di TK dihabiskan melalui aktivitas bermain. Itu berarti hampir seluruh aktivitas dicurahkan untuk memberi kesempatan kepada pengembangan kematangan fisik dan kemampuan motorik. Upaya-upaya pengembangan disipin anak usia kelas awal, seperti disipilin sekolah, disipilin belajar dalam kelas, disiplin di perpustakaan, disiplin bermain di sekolah, disiplin belajar dan bermain di rumah, disiplin belajar dan bermain dengan teman sebaya, merupakan bagian dari strategi pengembangan moralitas konven-sional pada anak. 1. 3. KEMAMPUAN DASAR ANAK TAMAN KANAK-KANAK 1. Kemampuan kognitif anak TK Dalam KBK (dalam Masitoh, dkk, 2004) bahwa pengembangan kemampuan kognitif anak di TK bertujuan mengembangkan kemampuan berfikir anak agar bisa mengolah perolehan belajarnya. Perkembangan kognisi anak usia TK menurut piaget berada pada tahap praoperasional. Dimana pemikiran anak masih didominasi oleh hal-hal yang berkaitan dengan aktifitas fisik dan pengamatannya sendiri sekalipun yang ada dalam peikirannya tidak selalu ditampilkan lewat tingkah laku nyata seperti pada tahap sensorik motorik (anak usia lahir-2 tahun). Diusia TK logika berpikir anak masih sangat terbatas karena memang ia belum memiliki pemahaman tentang aturan-aturan logika yang ada. Untuk mengembangkan kemampuan berfikir anak usia dini adalah dengan bermain peran atau bermain dengan balok. Kemampuan berfikir ini juga erat kaitannya dengan kemampuan berbahasa dan berhitung. 1. Kemampuan emosional anak TK Pengembangan kemampuan sosial emosional anak TK bertujuan agar anak merasa percaya diri, mampu bersosialisasi dengan orang lain,menahan emosinya jika berada dalam suatu keadaan sesui dengan kemampuan dan tingkat perkembangan anak.sebagai seorang guru kita dapat memberikan kesempatan pada anak TK dikelas untuk mengeluarkan pendapat atau ide-ide nya disini anak akan belajar bahwa gurunya mau menghargai ide atau pendapatnya. Dengan bermain anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya, misalnya dengan bermain peran dan perilaku. Dengan belajarb beberapa peran tersebut, anak dapat mengenai banyak atau buruk, boleh atau tidak boleh dilakukan. 1. Kemampuan nilai moral agama anak TK Sesuai dengan KBK TK (dalam masitoh ,dkk,2004) pengembangan kemampuan mengenal nilai dan moral agama bertujuan agar anak TK dapat mengenal penerapan tata cara beribadah atau berdo’a sesuai agamanya, dan membiasakan mereka untuk hidup sesuai aturan agama sesuai dengan pemahaman anak TK itu sendiri.untuk mengembangkan kemampuan nilai dan moral agama di TK, guru dapat juga mengajarkan kemampua untuk menerima perbedaan diantara manusia.misalnya anak yang beragama A atau suku A dapat berhubungan secara baik dengan anak yang beragama B atau suku B. (dalam potret TK , Hafidin , dkk,2002). 1. Kemampuan fisk/ motorik anak TK Pengembangan kemampuan ini bertujuan untuk memperkenalkan serta melatih gerakan kasar dan halus, meningkatkan kemampuan mengelola, mengontrol gerakan tubuh dan koordinasi. Hafidin, dkk. (2002) menguraikan bahwa untuk pengembangan kemampuan motorik kasar anak., guru secara terencana dapat mengajak anak untuk melakukan gerakan dan permainan serta kegiatan yang membantu pengembangan ketrampilan. Kegiatan ini dapat diiringi musik dan irama. Termasuk melompat, memanjat, melalui rintangan berguling. Kegiatan permainan sebaiknya melibatkan semua kelompok anak dan membuat anak-anak bergerak, seperti berlari.sedangkan aktivitas ketrampilan ialah ketrampilan keseimbangan, melempar, menangkap, menendang dan memukul. Sedangkan pengembangan kemampuan motorik halus ialah dengan meronce, membentuk lilin, menulis, menyusunm puzzle/lego , balok, melukis, menggunting, dan menggambar. 1. Kemampuan bahasa anak TK Pengembangan kemampuan ini bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, mampu berkomunikasi secara efektif,dan membangkitkan minat untuk berbahasa indonesia. Perkembangan bahasa anak TK masih jauh dari sempurna. Kemampuan berbahasa anak TK dapat ditumbuhkan dengan membacakan cerita, berita atau surat, atau bermain tebak-tebakkan kata, mendongeng, dengan alat peraga, atau membuat pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab anak. Metode yang dapat digunakan dalam pengembangan kemampuan bahasa anak ialah bercerita dan bermain peran. 1. Kemampuan seni anak TK Pengembangan kemampuan ini bertujuan agar anak dapat menciptakan sesuatu berdasarkan hasil imajinasinya, mengembangkan kepekaan dan menghargai hasil seni. Kemampuan seni anak dapat membantu anak untk mengekspresikan dirinya melalui dua macam karya seni yang meliputi: 1. Karya seni dua dimensi seperti diciptakan anak melalui penggunaan cat,kapur,krayon,cat lukis tangan. 2. Karya seni tiga dimensi, dalam karya seni ini anak-anak memiliki kesempatan untuk menghasilkan karya seni yang memiliki panjang, lebar dan tinggi,seperti balok,kayu dan pasir. Aktivitas seni untuk anak TK ialah kegiatan bermain musik, kegiatan berbunyi dan kegiatan menari. Bermain musik dapat meningkatkan koordinasi mata-tangan dan ketrampilan motorik anak. Dalam bernyanyi anak-anak akan memilih lagu yang mengandung melodi yang enak dan mudah dicerna,kata-katanya mudah dan banyak melakukan gerakan. Beberapa kemampuan anak yang berkaitan dengan seni ialah melukis. Kemudian kegiatan menari dapat melatih respons anak terhadap musik, emosi dan mood. 1. 4. KECERDASAN JAMAK (MULTIPLE INTELLIGENCES) Lazaer (2000:7) mengemukakan bahwa kecerdasan jamak (multiple Inteligences) merupakan perkembangan mutakhir dalam bidang intelligensi yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan jalur-jalur yang digunakan oleh manusia untuk menjadi cerdas. macam2 kecerdasan jamak 1. Kecerdasan verbal/linguistik Kecerdasan verbal/linguistik adalah bagian dari kecedasan jamak berkaitan dengan kepekaan terhadap bunyi, struktur, makna dan fungsi kata serta bahasa yang muncul melalui kegiatan bercakap-cakap, berdiskusi dan membaca. Anak yang cerdas dalam kecerdasan ini, anak akan senang bercerita, membaca dan menulis cerita atau puisi. Keterampilan yang dapat berkembang pada kecerdasan ini terdiri atas keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara. 2. Kecerdasan logika matematika Kecerdasan logika matematika adalah bagian dari kecerdasan jamak berkaitan dengan kepekaan dalam mencari dan menemukan pola yang digunakan untuk melakukan kalkuasi hitung dan berpikir abstrak serta berpikir logis dan berpikir ilmiah. Anak-anak yang cerdas dalam kecerdasan ini, anak-anak yang senang bertanya dan ingin tahu segala hal yang berkaitan dengan peristiwa alam dan anak yang senang berhitung dan mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan angka-angka. Kecerdasan ini dapat dirangsang melalui kegiatan menghitung, membedakan bentuk, menganalisis data dan bermain dengan benda-benda. 3. kecerdasan intrapersonal Kecerdasan jamak yang berkaitan dengan kepekaan dalam melakukan instrospeksi terhadap diri sendiri dan membandingkannya dengan kelemahan dan kekuatan orang lain. Anak yang memiliki kecerdasan ini, mereka mempunyai kemampuan untuk berpikir secara reflektif, mengacu pada kesadaran reflektif menangani perasaan dan proses pemikiran diri sendiri. 4. Kecedasan Interpersonal Kecerdasan jamak yang berkaitan dengan kepekaan dalam membedakan dan merespon perilaku yang ditampilkan orang lain. 5. Kecerdasan naturalis Kecerdasan naturalis adalah bagian dari kecerdasan jamak yang berkaitan dengan kepekaan dalam mengapresiasi alam dan lingkungan sekitar. Kecerdasan ini dapat dirangsang melalui pengamatan lingkungan, bercocok tanam, memelihara binatang, termasuk mengamati fenomena alam seperti hujan, angin, banjir, pelangi, siang malam, panas dingin, bulan matahari. Anak-anak yang memiliki kecerdasan ini adalah anak-anak yang mempunyai keahlian mengenali dan mengkategorikan spesies florafauna serta kepekaan terhadap fenomen alam. 6. Kecerdasan kinestetik dan gerakan tubuh ( bodily – kinesthetic). Kecerdasan kinestetik adalah bagian dari kecerdasan jamak yang berkaitan dengan kepekaan dan keterampilan dalam mengontrol koordinasi gerakan tubuh melalui gerakan motorik kasar dan halus, seperti menggunakan alat-alat secara terampil, melompat, berlari, berhenti secara tiba-tiba dengan terampil dalam rangka melakukan gerakan senam atau gerakan menari, silat, dll. Pada kecerdasan ini anak senang melompat, berlari, membuat sesuatu misalnya melukis dan sebagainya. Kecerdasan kinestetik jasmani ini dapat dirangsang melalui gerakan, tarian, olahraga, dan paling utama adalah gerakan tubuh. 7. Kecerdasan Musik-Irama Kecerdasan musik irama adalah bagian dari kecerdasan jamak yang berkaitan dengan kepekaan dalam mendengarkan suara, musik, dan suara lainnya. Kecerdasan ini dapat dirangsang melalui irama, nada, birama, berbagai bunyi dan bertepuk tangan. 8. Kecerdasan Visual-Spatial Kecerdasan visual-spatial adalah bagian dari kecerdasan jamak yang berkaitan dengan kepekaan dalam memadukan kegiatan persepsi visual (mata) maupun pikiran serta kemampuan mentransformasikan persepsi visual spatial seperti yang dilakukan dalamm kegiatan melukis, mendesain pola, merancang bangunan, dll. Anak yang memiliki kecerdasan visual spasial adalah seorang anak yang memiliki kemampuan untuk memvisualkan gambar didalam pikirannya atau seorang anak yang dapat memecahkan suatu masalah atau menemukan suatu jawaban dengn memvisualkan bentuk atau gambar. Dan pada kecerdasan ini pula, anak senang menikmati film atau foto dan mudah membaca peta, grafik atau diagram. 1. Kecerdasan Eksistensial Kecerdasan eksistensial adalah kemampuan seseorang menempatkan diri dalam hubungan dengan jangkauan kosmos terjauh. Anak-anak yang memiliki kecerdasan ini akan dapat berfikir dan mempunyai pemikiran yang lebih dewasa daripada teman seusianya. Tambahan kecerdasan pada anak: v Kecerdasan Spritual Kecerdasan spritual yaitu kemampuan mengenal dan mencintai ciptaan Tuhan. Kecerdasan ini dapat dirangsang melalui penanaman nilai-nilai moral dan agama. Sumber: Aisyah, Siti. (2006). Pembelajaran terpadu, jakarta: universitas terbuka .(2002). Acuan Menu Pembelajaran Pada PAUD. Jakarta :Direktorat jendral pendidikan luar sekolah pemuda, departemen nasional

Agar Si Kecil Enjoy di TK

Supaya bisa menikmati dunia barunya di Taman Kanak-kanak, anak butuh kematangan tertentu. Anda dapat membantu kesiapannya. “Bagaimana sekolahnya? Senang?” “Iya, Bunda. Tapi tadi di sekolah ada dua teman yang nangis. Ngapain nangis ya Bunda? Sekolah saja kok menangis…,” jawab Prita. Hari itu hari pertama Prita masuk Taman Kanak-kanak (TK). Sang Bunda sabar menanti di rumah, karena Prita bersikeras ikut mobil antar jemput seperti kakak-kakak di sekitar rumahnya. Prita tidak ingin diantar Bunda atau pengasuhnya ke sekolah. Bagi Bundanya, hal itu sangat menguntungkan. Artinya, ia tak perlu mengambil cuti terlalu lama untuk menunggui Prita di sekolah. Sebagian besar orang tua ingin mengalami “kemulusan” seperti yang dialami Bunda Prita. Anak melewati hari-hari pertama masuk TK dengan sukses: tanpa rengekan dan air mata minta ditunggui. Tapi, memang tak semua anak siap seperti Prita. Ada anak yang butuh waktu cukup lama untuk menyesuaikan diri dengan dunia barunya ini. Persiapan masuk TK memang dapat dan harus dilakukan. Peran orang tua sangatlah penting dalam hal ini. Bangunan fisik, perlu dipertimbangkan Ketika anak masuk TK, artinya ia keluar dari rumah dan masuk ke dunia baru. Agar si kecil bisa memasuki dunia barunya dengan enjoy , ia butuh persiapan psikologis. Bukan malah ia mengalami tekanan psikologis. Gerda K. Wanei, M.Psi , paedagog dari Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta, mengatakan bahwa bangunan fisik sekolah merupakan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan. “Gedung sekolah yang tampak kuno dengan pagar tinggi, satpam bertubuh berwajah galak dengan kumis melintang, tidak membuat anak senang. Anak lebih senang dengan TK yang ada tamannya, gurunya muda-muda dan ceria, peralatannya bagus. Buat anak, dunia baru haruslah dapat mengikatnya,” ujar Gerda, yang juga Ketua Jurusan Program Bimbingan Konseling di Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Atma Jaya. Alzena Masykouri , M.Si dari Jurusan Psikologi Perkembangan, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, sependapat dengan Gerda. Menurut Alzena, “Sama seperti orang dewasa yang baru pertama masuk kerja, anak prasekolah pun mengalami berbagai perasaan. Misalnya, senang tapi juga cemas danmerasa tak nyaman.” Sukes bergaul, sukses belajar? Tidak sedikit orang tua beranggapan bahwa kemampuan anak beradaptasi di TK merupakan penanda sukses tidaknya si kecil menjalani hari-hari belajarnya di TK. Padahal, reaksi awal si kecil saat masuk TK bukanlah ramalan keberhasilannya dalam belajar. “Kalau anak masih menangis sampai beberapa hari, itu hal biasa. Itu hanya masalah kemampuan menyesuaikan diri, bukan soal tidak matang,” tegas Alzena. Gerda pun mengatakan bahwa anak yang masih menjaga jarak ketika berada di lingkungan baru, bukan pertanda ia belum matang untuk masuk TK. “Setiap anak punya karakter masing-masing,” ujar Gerda. Ketidakmampuan anak langsung berbaur bersama teman, dialami Reti Riseti Sudrajat (38 tahun) . Yuqzan (kini 6 tahun) anak kelima Reti. Ketika masuk TK-A di usia empat tahun Yuqzan menangis terus selama beberapa hari. “Sampai akhirnya saya menunda memasukkannya ke TK-A. Saya tunggu sampai Yuqzan berusia lima tahun. Saat itulah ia saya nilai betul-betul siap dan bisa langsung membaur dengan kegiatan di TK,” kenang Reti, yang juga seorang guru dan konselor keluarga. Sejauh mana ketidakmampuan anak bergaul mengganggu proses belajar selanjutnya? Menurut Alzena, ketidakmampuan si kecil bergaul tidak akan mengganggu proses kegiatan selanjutnya. “Kecuali bila anak menolak semua kegiatan yang harus dilakukan dan merasa tidak enjoy dalam lingkungan itu,” ujar Alzena. Kapan anak dianggap tidak siap? Marcello (4 tahun), putra dari Diah Permatasari , artis berusia 33 tahun, sudah masuk kelompok bermain. Tapi ketika pertama kali masuk TK, ternyata dia sedikit rewel. “Dua hari pertama Marcello menangis. Tapi setelah itu biasa-biasa saja. Malah dalam waktu satu minggu ia sudah bisa bercerita tentang teman-temannya,” cerita Diah, yang memilih TK berbahasa Inggris untuk Marcello. Dengan demikian, apakah dapat dianggap Marcello belum matang untuk masuk TK? “Umumnya anak butuh waktu satu minggu untuk menyesuaikan diri. Setelah itu mereka, biasanya, dapat menjalani sekolah dengan tenang, bermain dan bekerja sama dengan teman-temannya,” ujar Alzena, yang juga ibu seorang anak balita. Anak yang masih belum mampu membaur dan hanya menjadi penonton teman-temannya, tidak bisa bekerja sama setelah lebih dari dua minggu, menjadi pertanda ia belum matang secara sosial-emosional. “Meski begitu, masih harus dilihat lagi kondisi anak, apakah ia anak tunggal, anak bungsu atau anak dari orang tua yang overprotective ,” papar Gerda. Menurut Gerda, bila ada kasus semacam ini, biasanya orang tuanya dipanggil ke sekolah. Melalui orang tualah, penyebab semua itu dapat diketahui. Persiapan kematangan Ketika memasuki TK, si kecil memasuki dunia baru yang di dalamnya terdapat berbagai hal: teman baru, orang dewasa lain selain orang tua dan pengasuh anak, yaitu guru, serta sejumlah kegiatan yang mungkin belum pernah dilakukan anak. Untuk menghadapi ini semua, anak butuh kesiapan fisik, kognitif dan sosial-emosional. “Jadi, meski kebanyakan TK tidak mensyaratkan kemampuan kognisi tertentu, tetapi tetap ada standar yang ditentukan. Misalnya, anak dapat membilang dari satu sampai sepuluh secara berurutan. dan ini berkembang sesuai usia,” ujar Alzena. Alzena berperdapat, anak juga perlu matang secara sosial-emosional, mengingat di dunia barunya ini anak dituntut memiliki berbagai kemampuan sosial. Misalnya, kemampuan untuk berinteraksi dengan teman sebaya, memperhatikan guru, mendengarkan orang lain bicara, tidak memotong pembicaraan orang lain, mengekspresikan kemauannya dan bekerja sama. Di samping itu, menurut Gerda, ada dua hal penting yang perlu dimiliki anak saat hendak masuk TK. Pertama, kemampuan self help yaitu kematangan anak untuk dapat mengkomunikasikan kebutuhannya. Misalnya, anak dapat mengatakan, ‘Bu Guru, saya mau pipis\\\'. Jangan sampai anak terus-terusan ngompol karena tidak berani mengatakan kebutuhannya. Kedua, social help yaitu kematangan anak untuk mengerti kebutuhan orang lain. “Biasanya anak usia prasekolah masih egosentris, yang dipikirkan diri sendiri terus. Kalau barangnya diambil teman dia teriak-teriak, tantrum dan sebagainya. Kalau dia sudah mengerti kebutuhan orang lain, dia tak akan bersikap seperti ini,” jelas Gerda. Orang tua perlu paham Namun tak semua orang tua paham soal kematangan yang dibutuhkan oleh anak untuk masuk TK. Ada orang tua yang yakin betul bahwa kematangan kognisi merupakan satu-satunya bekal untuk memasuki prasekolah. Inilah keyakinan Reti ketika memasukkan anak sulungnya, Hani , ke sekolah. Waktu itu Reti menilai Hani cukup cerdas di usia 5 tahun. Ia pun langsung memasukkan Hani ke SD, tanpa lewat TK. “Karena emosinya belum matang, Hani jadi mudah “meledak”,” begitu cerita Reti. Berdasarkan pengalaman itu, Reti menilai pentingnya kematangan sosial-emosional sebagai bekal si kecil masuk sekolah. “Ternyata untuk masuk TK, anak juga perlu siap secara sosial-emosional. Itu pun bisa berbeda pada setiap anak. Ada anak saya yang siap masuk TK di usia 3 tahun, ada yang sudah siap di usia 4 tahun, ada pula yang baru benar-benar siap di usia 5 tahun,” tutur ibu yang sedang menyiapkan Yusak (4 tahun), anak keenamnya, untuk masuk TK. Persiapkan dari rumah Melatih anak terampil berteman, melatih anak terampil menolong diri sendiri dan melatih anak mampu mengucapkan secara verbal kebutuhannya, berlangsung lama. Oleh karenanya, hal itu perlu dilatih sejak dini, agar saat si kecil memasuki TK, ia siap. Menurut Gerda, mematangkan aspek sosial-emosional tidak sama dengan melakukan induksi atau percepatan pematangan. “Melatih anak usia tiga tahun untuk melipat pakaiannya sendiri atau mencuci piring, berarti memberikan percepatan kematangan,” ujar Gerda mencontohkan. Menurut Gerda, hal itu justru akan membuat anak lelah dan takut. Sayangnya, tanpa disadari, orang tua kerap melakukan hal ini. Alzena menyarankan, orang tua sebaiknya membantu anak mematangkan aspek yang dibutuhkannya untuk masuk TK melalui kegiatan sederhana. Misalnya, memberi kesempatan si kecil bermain bersama teman-teman sebaya, bertanggung jawab atas barang-barang milik sendiri, belajar mendengarkan orang lain berbicara, memberi salam, atau memahami instruksi. Sekarang ini kebanyakan orang tua menggunakan jasa kelompok bermain untuk membantu mematangkan aspek-aspek yang akan diperlukan anak untuk masuk TK, seperti halnya Diah. Marcello yang ikut kelompok bermain di usia dua tahun, mendapat banyak latihan di kelompok bermainnya. Misalnya, buang air kecil tanpa dibantu, dan bekerja sama dengan teman-teman. Diah pun merasa terbantu, karena di rumah, Marcello mampu untuk mandiri. Namun, sebaiknya, anak dapat dipersiapkan di rumah, bersama orang tuanya. Dari pengalaman, Reti belajar bahwa anak dapat belajar dari anak lain. Anak yang kecil tertarik meniru perilaku anak yang lebih besar. “Saya merasa beruntung anak saya banyak. Jadi, anak-anak yang kecil belajar dari kakaknya bagaimana bersikap mandiri dan bagaimana saling berbagi. Apa itu arti belajar, sudah saya sosialisasikan pada anak-anak. Kemudian, bagaimana berangkat ke sekolah, setiap anak belajar dari kakaknya,” papar Reti, yang menyebut mempersiapkan anaknya masuk TK sebagai persiapan yang alami dan mengandalkan lingkungannya. Memberi fasilitas untuk mematangkan aspek lain, juga dilakukan oleh Reti. Misalnya, membiarkan anak memanjat dan naik-turun tangga. Ruang gerak pun diciptakan sedemikian rupa agar anak-anak leluasa melakukan aktivitas fisik. Persiapan yang matang, memang, akan lebih memudahkan si kecil Anda mengawali hari-hari pertamanya di TK. Immanuella F. Rachmani Bahan: Andi Maerzyda A. Th., Grahita Purbasantika Nugraha & IFR Kiat Anak Tak Rewel di Hari Pertama Masuk TK • Ajak anak saat memilih TK atau saat pendaftaran. • Beberapa hari sebelum masuk TK, katakan pada anak ia akan sekolah. • Beri gambaran tentang suasana sekolah. • Sekali-sekali ajak anak mengunjungi sekolah saat pelajaran berlangsung TK yang Baik… • Halaman sekolah luas. Ini pertanda TK ini memperhatikan kebutuhan anak untuk bergerak. • Guru-guru yang menyenangkan dan ceria. • Sesuai karakteristik anak. • Tidak memberi PR, karena ini artinya TK seperti itu melakukan induksi atau percepatan pematangan. • Terbuka terhadap masyarakat. Misalnya melakukan open house